Halangi Normalisasi Sungai Lewat Usaha Tambang Pasir, Aktivis Lingkungan Bilang, Penolak Tak Paham Soal Pengelolaan Sungai, Tasrif; Yang musti ditolak itu, adalah tambang illegal
![]() |
Penampakan muara DAS Budong - Budong, yang sudah mengalami pendangkalan tinggi. (sumber gambar Analisis Dampak Lingkungan) |
Mamuju, TOKATA.ID - Rencana PT Yakusa Tolelo Nusantara (YTN) melakukan penambangan pasir sungai di daerah aliran sungai (DAS) Budong - Budong, Kabupaten Mamuju Tengah, mendapat penolakan keras dari sebagian kecil warga di Desa Budong - Budong, Kecamatan Topoyo.
Meskipun kemudian kajian ilmiahnya, telah memaparkan dampak positif dan negative yang ditimbulkan, namun kelompok penolak tambang pasir tetap tak menerima alasan apapun atas rencana hadirnya usaha tambang di DAS Budong - Budong.
Olehnya, salah seorang aktivis lingkungan di Sulbar, Tasrif, Jumat (17/01/2025) menyesalkan penolakan Sekelompok kecil warga di Mamuju Tengah atas rencana usaha pertambangan pasir, sebab penolakan yang muncul tidak berdasar, karena semua pertanyaan warga penolak, sudah dipaparkan lewat kajian ilmiah oleh Ahli.
Katanya, menolak kehadiran tambang pasir di DAS Budong - Budong, sama halnya membiarkan sejumlah wilayah di aliran DAS Budong - Budong dari waktu ke waktu semakin terancam abrasi, disebabkan pendangkalan yang semakin parah di DAS Budong- Budong.
"Jadi tambang pasir ini, adalah upaya proses normalisasi sungai yang mendatangkan dampak ekonomi bagi daerah Mamuju Tengah sesungguhnya, tapi kenapa di tolak, kalau kajian Ilmiahnya jelas tak memiliki dampak buruk apapun" ujar Tasrif menyikapi penolakan yang tidak berbasis ilmiah.
Ia pun menyampaikan bahwa bukti pendangkalan DAS sungai Budong - Budong yang bisa dilihat hari ini, adalah salah satu RT di Desa Babana, Kecamatan Budong - Budong, Mamuju Tengah yang sebelumnya tidak pernah mengalami banjir.
"Nah karena terjadi pendangkalan di DAS Budong - Budong, maka air meluber ke daratan ke sejumlah wilayah di Desa Babana, bahkan beberaa tahun terakhir Sebagian wilayah Karondang juga terdampak banjir, sebab sungai tidak lagi dalam, nah kalua sungainya di tambang maka dampak itu akan berhenti" ujar Tasrif.
Contoh lain yang Dia sampaikan, mengapa penggerusan sisi kiri dan kanan tepi sungai begitu cepat terjadi saat ini berakibat tingkat abrasi makin tinggi, itu juga karena pendangkalan di DAS Budong - Budong, kalau kemudian tidak terjadi pendangkalan maka arus sungai tidak deras.
"Sebab tingginya sedimentasi dalam dasar sungai, maka arus juga semakin deras, membuat pengerusan yang makin cepat, jadinya apa, kebun saudara kita di sepanjang bantaran sungai yang jadi korban penggerusan, jadi kita jangan buta soal ini, hanya karena kita menolak usaha tambang pasir," beber Tasrif.
Ia bahkan mengklaim penolakan tambang pasir oleh sekelompok orang di Desa Budong - Budong, Kecamatan Topoyo, Mamuju Tengah, adalah bukti bahwa mereka anti pembangunan, sebab hal baik yang mendatangkan sumber PAD bagi Pemkab dan Desa, untuk digunakan membiayai membangun daerah malah di tolak.
"Dari usaha tambang pasir skala besar itu, Pemkab Mamuju Tengah bisa menghasilkan PAD paling sedikit Rp.1 miliar satu bulan, jadi dikalikan 12 bulan berarti Pemkab Mamuju Tengah ini bisa meraup keuntungan Rp.12 miliar satu tahun, tentu ini potensi PAD yang cukup siqnifikan bagi Pemkab Mamuju Tengah" klaim Tasrif.
Masih Tasrif, menurutnya, yang musti ditolak itu adalah tambang illegal, sebab sudah pasti itu tidak ada kajian ilmiahnya, tapi kalau usaha tambang pasir yang nota bene sudah dijelaskan secara ilmiah dengan metode yang akan diterapkan tidak mendatangkan dampak buruk, justru dampak baik,
"Maka tentu ini sudah melanggar Pasal 162 UU No.3 Tahun 2020 tentang pengelolaan tambang minerba, karena justru menghalangi perkembangan Desa dan Daerah, dan musti sekelompok orang penolak tambang pasir itu tahu, bahwa proses perizinan tambang itu, sudah jauh berbeda dari model yang dulu, DPRD pun tidak punya kewenangan menolak" pungkas Tasrif. (**)